LEBARAN IDUL FITRI DI TENGAH PANDEMI COVID-19
diary-ku
𝔗𝔞𝔮𝔬𝔟𝔟𝔞𝔩𝔞𝔩𝔩𝔬𝔬𝔥𝔲 𝔐𝔦𝔫𝔫𝔞 𝔴𝔞 𝔐𝔦𝔫𝔨𝔲𝔪
𝔰𝔢𝔪𝔬𝔤𝔞 𝔄𝔩𝔩𝔞𝔥 𝔪𝔢𝔫𝔢𝔯𝔦𝔪𝔞 𝔭𝔲𝔞𝔰𝔞 𝔡𝔞𝔫 𝔞𝔪𝔞𝔩
𝔡𝔞𝔯𝔦 𝔨𝔞𝔪𝔦
𝔡𝔞𝔫 𝔡𝔞𝔯𝔦 𝔨𝔞𝔩𝔦𝔞𝔫
Dimulai dari puasa Ramadhan dan lebaran tahun 1441
H/2020 ini sangat terasa berbeda jauh dibanding tahun- tahun sebelumnya biar pun
dimasa mewabahnya pandemi virus corana (covid-19) namun demikian masih tetap
saja tak mengurangi makna atau esensi merayakan moment lebaran Idul Fitri walau
jujur diakui terasa tidak seindah, semeriah dan sesuka cita seperti tahun yang
lalu. Serasa ada yang hilang dari pandangan, ketika bulan puasa melihat
anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua shalat tarawih di masjid secara
berjamaah. Pun tak ketinggalan juga mushola, surau-surau dipenuhi orang yang
hendak melaksanakan shalat, itikaf dan ibadah-ibadah lainnya. Ketika menjelang
Lebaran, orang-orang dari perantuaun banyak yang mudik merayakan lebaran Idul
Fitri di kampung halaman masing-masing bersama keluarga tercinta. Silaturahmi,
kunjung-mengunjungi, berjabatan tangan bersalam-salaman dan bermaaf-maafan
merupakan tradisi di kampung yang sudah berjalan sejak dari dahulu. Orang
melakukannya tanpa ada rasa takut, kuatir dan rasa curiga sedikitpun. Namun saat
ini kondisinya sangat jauh berbeda ditengah pandemi covid-19 semua aktivitas
berjalan secara tidak biasa (abnormal) dan penuh keterbatasan, namun hakikatnya
tidak mengurangi esensi lebaran walaupun hanya di rumah saja, bekerja dan
beribadah dari rumah, sekolah dan kuliah dari rumah, hingga shalat dan
silaturahmi Idul Fitri pun dari rumah dengan memanfaatkan gadget guna
menghindari penyebaran virus corana secara massif yang sewaktu-waktu dapat
mengintai siapa saja.
Shalat Ied kemarin kami lakukan di rumah mengikuti
anjuran, arahan dan himbauan pemerintah dan MUI, kebetulan ada ruangan kecil
yang sehari-harinya menjadi tempat shalat keluarga. Ruang itu sudah lama menjadi
tempat shalat kami di rumah, dahulunya bekas kamar yang kami sulap untuk
dijadikan tempat shalat, maklumlah rumah dinas milik pemda bukan milik sendiri
dan relatif cukup buat keluarga kecil kami. Di situlah kami shalat hari raya.
Tidak ada ada khutbah setelah usai shalat dan jujur diantara kami belum ada yang
siap soalnya anak-anak masih kecil, yang besar saja masih duduk dibangku SD
sementara aku sendiri sebagai imam karena tidak memiliki basic pendidikan agama
yang cukup, namun “the show must go on”, bak pepatah tempo dulu mengatakan,
“Tidak ada akar rumput pun jadi,” sehingga baru tersadar ada sesuatu yang kurang
dari hidup ini. Namun kami masih tetap bersyukur keluarga kecilku dianugrahi dua
orang anak,serta seorang istri, mereka menjadi makmumnya. Usai shalat kami
menggemakan takbir sebagai perwujudan atas suka cita dan rasa syukur setelah
melaksanakan puasa Ramadhan, selama sebulan penuh. Alhamdulillah ke-2 anakku
tahun ini melaksanakan puasanya sebulan penuh tanpa ada yang bolong-bolong dan
tanpa ada keluhan dalam menjalankan puasa yang terdengar langsung dari mulut
mereka seolah-olah mereka paham dan mengerti yang tengah terjadi. Padahal jujur,
sejatinya mereka sudah sangat jenuh di rumah saja namun mudhoratnya lebih besar
bila mereka berada di luar sana karena anak-anak, ibu hamil dan lansia sangat
rentan terhadap dampak wabah virus corona yang tengah merebak.
Puasa tahun lalu
abangnya sudah full menjalankan ibadah puasanya sementara yang kecil masih
sedang belajar puasa setengah hari saja, orang menyebutnya dengan puasa bedug
karena pada jaman dahulu tanda waktu shalat dan berbuka puasa ditandai dengan
suara bedug dan kentongan namun hikmahnya di bulan Ramadhan tahun ini walau
ditengah pandemi corona anakku yang kecil dapat melaksanakan puasa sebulan
penuh. Hal ini mungkin karena mereka menghabiskan banyak waktu di rumah saja
sehingga tidak banyak aktivitas di luar, yang cukup mengeluarkan keringat dan
energi ekstra sehingga walau dalam keadaan berpuasa tapi tidak terasa lelah
sehingga lapar, haus dan dahaga tak terasa oleh mereka meski tetap di rumah
saja.
Setelah selesai shalat kemudian kami lanjutkan bersalam-salaman dan
bermaaf-maafan diantara sesama anggota keluarga dan terakhir menelepon orang tua kami
di kampung dengan memanfaatkan vidio calling sehingga walaupun jauh terasa
dekat. Dimuai dari aku dan istri dan kemudian disusul oleh anak2ku tak
ketinggalan meminta maaf melalui telepon kepada nenek serta
keluarga besar lainnya di kampung. Terselip terucap kata, "Maaf lebaran tahun ini belum bisa pulang kampung, insyallah di lain waktu menunggu keadaan yang tepat setelah kembali normal." Silaturahmi di lingkungan tempat
tinggal dan rekan kerja, tetangga serta handai tolan hanya melalui WA group
saja. Walau dalam suasana sederhana dan terbatas, lebaran masih tetap terasa
suka citanya. “Semoga saja ibadah shaum kami, doa-doa kami dan ibadah-ibadah
kami lainnya di sepanjang bulan suci Ramadhan 1441 H diijabah dan diterima oleh
Allah SWT serta dipertemukan kembali pada bulan Ramadhan tahun depan 1442 H Tahun 2021 dalam keadaan sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun dan wabah corona segera
sirna sehingga dapat kembali beribadah secara normal shalat 5 waktu di masjid,
bersilaturahmi ke sesama tanpa ada rasa takut, kuatir dalam menjalankannya.
Aamiin....Aamiin Ya Rabbal Alamin,” doaku dalam hati.
Comments
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar Anda disini namun seyogyanya masih dalam batas-batas etika dan norma-norma serta kaidah hukum yang berlaku. Dan sepatutnya juga tidak menyinggung pihak-pihak lain atau komentar yang berbau sara (suku, agama dan ras) dan penghinaan terhadap karakter serta nama baik seseorang. Thanks for visiting our blogs. Please comeback anytime you want. We always welcome you with arms wide open. Penulisrega