Trip to Jogja




Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna

Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja
....


Seolah-olah ingin membuka lembaran kisah-kisah lama kehidupan saat perjalanan kami ke Jogja beberapa waktu lalu. Ada keharuan yang mendalam di relung hati saat kami menapaki jalan yang menyisakan kenangan manis. Bagi temanku, sepenggal bait lirik lagu berjudul Yogyakarta diatas ciptaan KLA Projek tepat sekali mengambarkan suasana hatinya, saat kami bertiga mengunjungi kota Jogya yang sudah lama ditinggalkan selepas menempuh kuliah dan kerja walau tidak bertahan lama. 


Berbekal idialisme dan pengalaman organisasi yang di dapat ketika menjadi aktivis mahasiswa menjadi modal dasar untuk mendedikasikan diri membangun kampung halaman tercinta yang telah lama dinanti-nanti kedatangan sang agen perubahan yang pergi ‘tuk kembali lagi.


Nun jauh 30 tahun kebelakang, dikala sedang bergelut menimba ilmu di sebuah PTS terkenal disana, tuk bekal merajut asa yang dicita-citakan. Seabrek kenangan dan pengalaman yang tak terlupakan yang pernah ditorehkan disana, baik kisah manis pahit maupun getir kehidupan semuanya sudah pernah dirasakan. Selepas kuliah sempat mencoba melamar pekerjaan di perusahaan namun tidak bertahan lama hanya selama beberapa bulan saja. Lalu kemudian mencoba peruntungan lain di kampung halaman dan rupanya babak baru kehidupan di mulai disini. Setelah lulus tes PNS dan tidak sampai disitu saja dewi fortuna berpihak, tak lama berselang menemukan wanita tambatan hati yang telah lama dinanti.


Ceritanya aku bersama 2 orang teman sekantor akan melakukan perjalanan dinas memenuhi undangan pelatihan yang dilaksanakan oleh pusat. Kala itu tak ada air tidak ada hujan bahkan mimpi pun tidak jika tahun ini akan berencana kembali ke Jogja dalam kesempatan lain lantaran memenuhi undangan pelatihan. Semenjak pandemic Covid-19 ada pelarangan untuk ASN melakukan perjalanan dinas ke luar kota khususnya ke daerah-daerah yang level covidnya masuk dalam zona merah. Praktis seluruh program kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massal dilakukan secara virtual atau daring. 


Namun kondisi saat itu pandemic covid-19 secara nasional kurvanya sudah berangsur-angsur melandai. Pemerintah pusat mulai membuka kran kelonggaran secara terbatas karena faktanya PPKM secara nasional telah turun level sehingga kegiatan mulai dilakukan secara tatap muka meski dengan protocol kesehatan yang ketat. Terbukti sudah mulai ada program dan kegiatan yang dilaksanakaan secara luring maupun secara hybrid yang dilakukan oleh pemerintah pusat.


Sepertinya kali pertamanya ditengah covid-19 pemerintah memulai pelaksanaan kegiatan secara tatap muka namun dengan memperhatikan protocol kesehatan ketat meski tetap mempertimbangkan saran masukan dari semua elemen pemerintah khususnya Satgas Covid-19. Terbukti bagi masyarakat yang melakukan perjalanan menggunakan moda laut, udara dan darat diwajibkan untuk melakukan swab tes antigen serta dilakukan pengukuran suhu dan dihimbau secara terus menerus untuk tidak abai melakukan prokes guna memutus rantai penyebaran covid-19 secara masif.


Acaranya dilaksanakan di Jogja padahal rencana awalnya akan diadakan di kota Makasar Provinsi Sulawesi Selatan, namun terjadi perubahan jadwal waktu dan tempat pelaksanaan. Pucuk di cinta ulam tiba pikir temanku. Tak ada hujan dan tak ada angin dan bahkan mimpi pun dalam waktu dekat berencana ke Jogja. Bagi temanku ke Jogja bukan semata menghadiri undangan pelatihan semata namun Jogja membangkitkan sejuta kenangan, seakan-akan melakukan napak tilas mengenang kota yang penuh kenangan dimana kota yang dijuluki seabrek julukan mulai dari kota pelajar, kota budaya, kota gudeg, kota perjuangan dan kota pariwisata ini.


Sebut saja teman ku itu namanya Iman (bukan nama sebenarnya), “Man minggu depan kita ada undangan ke Jogja untuk pelatihan selama 3 hari, kira-kira bisa ikut enggak,” kataku kepada Iman. Kebetulan bidang kami yang diundang sebanyak 3 orang. Tanpa pikir panjang temanku menyetujui rencana tersebut. Sambil ia berseloroh dengan antusias dan kebetulan secara tupoksi memang ia pengampu kegiatan tersebut, “ Saya siap pak, tenang aja pak, nanti saya yang jadi tour guide disana, saya sangat paham daerah itu loh pak,” katanya meyakinkanku sambil menimpali dengan raut muka sumringah. Rupanya temanku pernah 10-an tahun tinggal di Jogja selain kuliah, ia sempat juga bekerja di perusahaan skala besar meski hanya sebentar.


Berpacu Dengan Waktu


Hampir saja kami bertiga tidak jadi berangkat lantaran tiket pesawat terbang yang kami bertiga pesan habis terjual, karena tidak ada pilihan lain akhirnya kita putuskan untuk menempuh perjalanan darat saja karena sayang bila dilewatkan belum tentu tahun depan mendapat kesempatan yang sama. Hal ini terjadi akibat pemesanan tiket mepet dengan waktu keberangkatan menjelang H-1 keberangkatan. 


Menjadi pelajaran berharga bagi kita yang hendak bepergian jauh untuk memesan tiket dari jauh-jauh hari keberangkatan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang kami alami. Terlebih lagi agar mendapatkan tarif tiket yang hemat dan pastinya tidak kuatir akan kehabisan tiket bila memesan dari jauh-jauh hari.


Siang itu suasana alam menyapa cukup bersahabat dengan kondisi langit cukup cerah, secerah hati kami saat itu, maklum sudah hampir dua tahun ASN dilarang untuk melakukan perjalanan dinas ke luar kota utamanya ke daerah zona merah penyebaran virus corana. Perjalanan kali ini merupakan perjalanan dinas perdana di tengah pandemic Covid-19 setelah adanya pelarangan perjalanan dinas ke luar daerah. Tepat pukul 14.00 WIB menjelang sore kami secara estafet berangkat dari Liwa menuju Bandar Lampung, selanjutnya naik bis ke Stasiun KA Gambir dan dilanjutkan kembali dengan kereta api menuju Jogja. 


                          Kondisi Kemacetan Lalulintas Saat Mobil Box Melintang di badan jalan


Tiba-tiba ditengah perjalanan tepatnya di daerah Pekon Simpang Luas Kecamatan Batu Ketulis, sopir mendadak menghentikan laju kendaraannya ternyata sang sopir menunggu penumpang yang telah memesan lewat hp. Sudah sekitar setengah jam kami menunggu namun yang ditunggu tak kunjung tiba. Pak sopir dari ujung telpon berusaha menelpon kembali namun kali ini hp penumpang tersebut tidak aktif.  Tut…tut…tut…terdengar suara hp pak supir dari ujung sana, tak bosan-bosannya menelepon namun tetap tidak diangkat juga. “Halo….halo…..halo…halo,“ ujar pak sopir beberapa kali sambil terlihat raut muka bermimik jengkel yang tak dapat disembunyikan.


Padahal alamat penumpang yang ditunggu tersebut tidak cukup jauh dari tempat kami menunggu. Menurut perkiraan kami, normalnya jika ia naik motor hanya memakan waktu paling lama setengah jam saja sudah sampai namun kali ini sudah lebih dari setengah jam, tak kunjung tiba yang ditunggu. Alhasil akhirnya pak supir kami memutuskan untuk meninggalkan penumpang tersebut lantaran paling lambat pukul 8.00 Wib, kami harus tiba di pool bis yang kami pesan. Kuat dugaan kami si penumpang tersebut hanya berbuat iseng saja. 


Kemudian mobil kami bergegas melanjutkan perjalanan namun baru beberapa ratus meter saja, tak diduga ada kemacetan mengular sejauh 1 KM padahal selama ini menurut keterangan penduduk disana belum pernah terjadi, "Baru kali ini, jalur ini macet pak, informasinya di depan sana ada kecelakaan mobil," ujar salah seorang warga yang kami tanyai. Ternyata dugaan kami tidak meleset, ada kendaraan box yang melintang di badan jalan akibat sopir mengantuk sehingga menabrak pohon di pinggir jalan akibatnya mobil terbalik menutupi badan jalan. Praktis arus kendaraan macet total menunggu bantuan dari kepolisian setempat guna mengurai kemacetan lalulintas. 


Sementara jalan alternative selain jalan utama tidak ada, karena jalan tersebut adalah satu-satunya jalan utama yang ada. Akhirnya selang beberapa menit kendaran van tersebut berhasil disingkirkan dari badan jalan setelah petugas kepolisian tiba di lokasi, bersama warga sekitar menyingkirkan mobil, tidak lama kemudian arus kendaraan kembali normal. 


Travel yang kami naiki melanjutkan perjalanan kembali. Jam terus bergerak maju, sementara waktu telah menunjukkan pukul 4 sore, kami harus tiba 15 menit sebelum keberangkatan pukul 20.00 WIB lantaran tiket Bus Damri yang sudah kami pesan pukul 8 malam sehingga 15 menit sebelum keberangkatan idealnya harus sudah tiba disana. 


Namun melihat kondisinya, rasanya mustahil untuk tiba tepat waktu pukul 8 di Stasiun Damri Tanjung Karang. Untungnya kami terbantu dengan adanya jalan tol trans Sumatera sehingga dapat memperpendek waktu dan jarak tempuh. Pada saat mobil kami masuk tol Terbanggi Besar dan keluar di exit tol Natar baru sekitar pukul 8.00 WIB, beberapa kali kami ditelepon oleh pihak Damri untuk segera mempercepat laju kendaraan lantaran bis sebentar lagi akan berangkat tinggal menunggu penumpang kami saja. Kendaraan travel yang kami naiki sudah berusaha mempercepat kendaraan mulai dari tol Terbanggi Besar hingga keluar tol Natar bahkan pak supir rupanya sudah lama tidak mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. 


“Sudah lama saya tidak tancap gas ngebut seperti ini pak, kalau tidak demi penumpang yang sudah menjadi langganan mungkin lain acaranya,“ ujar sopir kepada kami sambil meminta kami untuk mencoba bernegosiasi dengan bis Damri untuk bersabar lantaran jalan dari Natar menuju ke Stasiun Damri kondisinya sangat padat. Walhasil setiap beberapa menit sekali pihak Damri terus menelpon untuk memantau pergerakan kami. 


Walau jalan padat merayap namun kendaraan kami masih bisa berjalan normal meski kecepatan mobil kami hanya berkisar 60-80 Km/jam tidak bisa lebih dari itu, alhamdulillah tiba di Rajabasa pukul 8 lewat sedikit. Bis Damri meminta kami untuk menunggu di Lamban Kuning seberang Polsek Sukarame saja lantaran bis damri yang kami pesan sudah mulai berangkat dari stasiun KA Tanjung Karang. Setelah tiba di Rajabasa kami dijemput ole mobil pribadi milik adiknya temanku lantaran ia telah menunggu disana karena ada sesuatu yang hendak disampaikannya. 


Kemudian mengantar kami ke tempat yang diminta oleh pihak bis Damri. Perkiraan kami sudah terlambat lama namun beruntungnya mobil kami rupanya malah tiba duluan di lokasi yang dijanjikan oleh bis sehingga tidak membuat penumpang lainnya lama menunggu. Sejurus kemudian tibalah bis yang kami pesan dan tanpa menuggu waktu berlama-lama segera kami bergegas naik ke bis Damri jurusan Bandar Lampung-Jakarta berhenti di Stasiun Kereta Api Gambir. Diatas bis barulah kami merasa lega, "Alhamdulillah ya Allah akhirnya tidak jadi kami refund tiket maupun reschedule bis yang telah kami pesan sebelumnya," gumamku di dalam hati.


Suasana Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni-Merak di waktu malam


T
iba di stasiun KA Gambir, tepat azan subuh berkumbandang dari Masjid Istiqlal dan mushola yang ada di area Stasiun KA Gambir dan kami memilih shalat di musola di area Stasiun Gambir karena dekat dengan pemberhentian bis yang kami naiki. Sambil menunggu keberangkatan kereta pukul 9.30 WIB, kami istirahat sejenak dan mencari sarapan pagi setelah melakukan tes swab antigen di stasiun KA tersebut. Dari sana kemudian melanjutkan perjalanan dengan Kereta Api menuju Stasiun Tugu Jogja.



D
idalam perjalanan sahabatku banyak bercerita tentang kota Jogja mulai dari makanannya, orang-orangnya yang ramah hingga destinasi wisata alam dan budanya misal candi Prambanan, candi Borobudur, pantai parang tritis, sendra tari Ramayana di Candi Prambanan. Terbayar lunas rasanya lelah, lesu, letih bercampur penat diperparah lagi mulai dari Lampung hingga Jogja kami tidak sempat untuk mandi dan berganti pakaian, hanya pakaian yang menempel di badan saja yang menemani kami sepanjang perjalanan. 



Kesan pertama yang terucap dari temanku ketika menginjakkan kaki di Jogja, “ Suasanannya masih seperti yang dulu, belum banyak yang berubah, jalan-jalannya, kaki lima yang sibuk menjajakan dagangannya sudah menjadi pemandangan umum di stasiun-stasiun, “ ujarnya. Jalan padat merayap yang didominasi oleh kendaraan roda 2 dan 4 sementara jalan utama sendiri belum ada perluasan sehigga menjadikan kemacetan seiring bertambahnya jumlah kendaraan. Bisa dibayangkan bila anak-anak sekolah dan kuliah sudah mulai kembali masuk sekolah dan kuliah, pastilah bertambah kemacetan. Menurut informasi dari supir go-car yang kami pesan, ”Anak-anak sekolah dan kuliah awal Januari nanti sudah diberlakukan tatap muka,” katanya menjelaskan kepada kami. 



Sangking asiknya ngobrol dengan pak supir, tak terasa tibalah kami di hotel, selepas menyelesaikan pembayaran ongkos go-car kami langsung di sambut beberapa karyawan hotel untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif. Seluruh pemeriksaan prokes kami jalani semua mulai dari pemeriksaan melalui scan barcode di aplikasi peduli lindungi, cuci tangan dan pemeriksaan suhu. 


Jika ditemukan indikasi terpapar covid-19 atau kelengkapan dokumen administrasi tidak lengkap maka pengujung dilarang masuk ke hotel dan bahkan dimungkinkan untuk pulang dan isolasi mandiri. Namun alhamdulillah rombongan kami secara administrasi dan kesehatan dinyatakan tidak ditemukan anomali dan dianggap layak baik secara kesehatan maupun dokumen administrasi. Baru kemudian melakukan registrasi ke panitia untuk mendapatkan kunci kamar. Peraturan di masa pandemic 1 kamar hanya buat 1 orang saja kecuali suami-istri dan anak-anak. Aku sendiri kebagian di kamar lantai 5, temanku ada yang di lantai 7 dan 8.



Selepas pelatihan beberapa hari disana, kami sempatkan juga mengunjungi Candi Prambanan yang tersohor itu yang merupakan warisan dunia. Setelah hampir 2 tahun di masa covid-19 Candi Prambanan ditutup untuk umum namun kini itu sudah mulai mulai dibuka kembali. Dari tempat hotel tempat kami tinggal hanya ditempuh sekitar 45 menit perjalanan. Setibanya disana kami abadikan melalui poto-poto layaknya turis. Sebelum masuk pengunjung harus membayar harga tiket masuk (HTM), cukup merogoh kocek sebesar Rp 50 ribu khusus untuk orang dewasa serta Rp 25 ribu untuk anak-anak usia 3 -10 tahun.


Menurut keterangan yang kami dapatkan Candi Prambanan merupakan candi Hindu bercampur Budha karena pada zaman itu terjadi masa peralihan (masa transisi) antara Hindu ke Budha sehingga masih ada nuansa peribadatan Budha disana. Candi tersebut merupakan candi terbesar di Indonesia. Candi Prambanan merupakan sebuah destinasi wisata alam sekaligus wisata budaya yang berlokasi di perbatasan antara DIY dan Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tepatnya di perbatasan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten.


Menurut legenda masyarakat setempat bahwa konon Candi Prambanan menceritakan kisah cinta antara sepasang kekasih Bandung Bondowoso dengan Loro Jonggrang. Menurut keterangan yang kami dapat kisah hubungan mereka merupakan sebuah awal dari terbentuknya Candi Prambanan. Konon, Bandung Bondowoso yang ingin mempersunting Loro Jonggrang yang merupakan anak dari Ratu Boko dengan syarat harus membangun 1.000 candi dalam waktu satu malam. 


Rasanya syarat tersebut sangat mustahil dilakukan oleh manusia biasa namun dengan senang hati Bandung Bodowoso menerima tantangan tersebut. Dengan segala kesaktian dan sumber daya yang dimiliki Bandung Bondowoso berusaha keras menyelesaikan tantangan tersebut ternyata setelah hampir rampung bangunan candi tersebut terdengar ayam berkokok sebelum tugas membangun candi itu rampung, pertanda siang akan segera tiba.


Rupanya belakangan ayam berkokok merupakan trik Loro Jonggrang untuk melakukan tipu muslihat terhadap Bandung Bondowoso guna menggagalkan perkawinan yang tidak dikehendakinya. Loro Jonggrang melalui anak buahnya memerintahkan rakyatnya memukul lesung sehingga memancing ayam untuk berkokok sebelum waktunya karena diangap fajar akan segera menyingsing padahal sejatinya pagi masih cukup lama. 


Merasa jengkel maka murkalah Bandung Bondowoso, dengan kesaktian yang dimiliki Bandung Bondowoso mengeluarkan sumpah saktinnya terhadap Loro Jonggrang dan menjadikannya patung ke-1.000 untuk menggenapkan 1.000 candi. Sehingga sampai saat ini patung Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan.


Diketahui di dalam komplek Candi Prambanan itu sendiri terdapat beberapa buah candi diantaranya 4 Candi Kelir, 4 Candi Patok, 3 Candi Trimurti, 3 Candi Wahana, 2 Candi Apit, dan 224 Candi Perwara. 3 Candi Trimurti tersebut yaitu Candi Siwa, Candi Wisnu, dan Candi Brahma.


Menurut pendapat pribadi temanku bahwa Candi Prambanan diperkirakan dibangun pada abad 10 dan 11. Menurutnya dokumen resminya tidak sama dengan penjelasan cerita rakyat yang berkembang. Dokumen itu sendiri ditemukan di Candi Kalasan daerah Jogja. Candi Prambanan merupakan pusat peribadatan dan pusat kerajaannya belum ditemukan namun ditengarai berada di wilayah Jogja. Terbukti prasastinya ada di disana, yang menerangkan Candi Prambanan dibangun oleh siapa. Dokumen resminya ada di musium, pada saat penggalian ditemukan beberapa prasasti yang berdekatan jaraknya.



Disclaimer : ini merupakan cerita semi fiksi yang ditulis penulis berdasarkan perpaduan pengalaman, sejarah dari berbagai sumber dan dibumbui imajinasi penulis, jika ada kesamaan tokoh, tempat dan waktu merupakan suatu kebetulan saja.










Comments

Popular posts from this blog

Kisah Perjalanan Mudik Lebaran by rega

Tips Menghilangkan Rasa Pahit pada Daun Pepaya Ala Orang Tua Zaman Dahulu (Zadul)

JAUHILAH KEBIASAAN MENGUMPAT ATAU MENGGUNJING

Mencari Ridho Allah SWT vs Mencari Ridho Manusia

Akhir Hayat Manusia Ditentukan Oleh Kebiasaannya

PERINGATAN ISRO’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI TPA AL-BAROKAH

Muli Mekhanai dan Duta Kopi Lampung Barat 2015

Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Lampung Barat periode 2012-2017