“Pulau Seribu Masjid” Sedang Dirundung Duka

Diary perjalanan
“Pulau Seribu Masjid” Dirundung Duka
pulau seribu masjid dirundung duka

Duka yang mendalam yang kini tengah dirasakan oleh Saudara kita di “Pulau Seribu Masjid” julukan ini disematkan untuk Pulau Lombok dan Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pasalnya beberapa waktu lalu Pulau yang berada pada Wilayah Indonesia Bagian Tengah ini yang terkenal dengan destinasi wisata alam, kuliner dan budayanya yang unik nan eksotis, baru-baru ini diguncang gempa bumi yang maha dahsyat memporak-porandakan pulau ini. Seperti tidak mengenal kata lelah dan iba, serentetan gempa tektonik mengguncang Lombok dan Sumbawa yang terjadi secara terus menerus dan sporadis serta ratusan gempa susulan lainnya akibatnya banyak menelan korban jiwa meninggal dunia, ribuan luka berat, ratusan masyarakat mengungsi serta ribuan bangunan roboh baik fasilitas umum  maupun pemukiman warga mengalami kerusakan.

Tercatat pertama kali mengguncang Lombok terjadi tanggal 29 Juli 2018 lalu, dengan kekuatan magnitudo 6,4 Skala Richter (SR), kemudian disusul lagi yang merupakan puncaknya terjadi tanggal 5 Agustus dengan magnitudo 7.0 SR, tidak berhenti sampai disitu tanggal 9 Agustus terjadi lagi dengan magnitudo 6,2 SR berpusat di kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara dan ditambah lagi gempa susulan dibawah 5.5 SR tak terhitung sudah karena masih sering dirasakan masyarakat disini.


Gempa yang terjadi telah mengakibatkan korban meninggal dunia 563 jiwa dengan rincian : Kota Mataram 12 jiwa, Kab. Lombok Barat 45 jiwa, Kab. Lombok Utara 471 jiwa, Kab. Lombok Tengah 2 jiwa, Kab. Lombok Timur 26 jiwa, Kab. Sumbawa Barat 2 jiwa dan Kab. Sumbawa Besar 5 jiwa), korban luka berat/inap 1.116 jiwa, rumah rusak 71.937 Unit, pengungsi 417.529 jiwa. Dari 10 Kabupaten Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat ada 7 Kabupaten yang terkena dampak langsung. Sementara korban luka berat dan menjalani rawat inap sebanyak 1.116 jiwa, sementra rumah rusak sebanyak 71.937 Unit, serta pengungsi sebanyak 417.529 jiwa. (Sumber data : Dinas Sosial Provinsi NTB dan Posko Induk pertanggal 23 Agustus pukul 20.00 WIB)

Menurut Hadi (35) salah seorang warga Kota Mataram, asli Lombok, pemilik kendaraan yang kami sewa selama berada disana ketika gempa 7.0 SR yang disampaikan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menyebutkan gempa terjadi pukul 18.46 dengan kedalamman 15 Kilometer bejarak 27 Kilometer Timur Laut Lombok Utara yang berpusat di Kabupaten Lombok Utara, Ia sedang menunaikan ibadah shalat Maghrib. Dia sendiri bersama jemaah masjid sempat lari keluar rumah. Meskipun di Kota Mataram tidak separah di Kabupaten Lombok Utara namun goncangan gempa cukup terasa kuat walau tidak sampai merobohkan bangunan namun banyak genteng dan kaca rumah pecah, hotel-hotel dan fasilitas umum, banyak bagian yang retak-retak, genteng rumah pecah karena lepas dari dudukan, kaca-kaca rumah pecah dan retak. “Alhamdulillah saya dan keluarga selamat semua, namun saudara saya di Lombok Utara belum diketahui nasibnya apakah masih hidup atau mati? Karena tidak bisa dihubungi hingga kini,” ujarnya sedih. Itu sebagian kecil gambaran kondisi yang dialami warga disana.

Bahkan Masjid Islamic Center yang menjadi kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Barat dan sekaligus ikon Kota Mataram serta letaknya berada tepat di jantung kota yang merupakan Ibukota Provinsi NTB juga tidak luput dari hantaman gempa yang maha dahsyat. Meskipun tidak sampai roboh namun banyak bagian yang retak, menara yang menjulang tinggi kokoh dengan 4 sudutnya terlihat retak hampir patah dan dikuatirkan dapat membahayakan keselamatan pengunjung oleh karenanya untuk sementara waktu gedung ditutup bagi umum lantaran akan diperbaiki sehingga tidak layak digunakan untuk melakukan aktivitas ibadah dikuatirkan akan roboh. Beberapa gempa yang lebih kecil masih kerap kali terjadi “Kalau gempa susulan sudah tak terhitung lagi banyaknya bang, karena hampir setiap hari kami rasakan,” ujar Hadi yang masih trauma tidak berani menempati rumahnya dan memilih tidur di tenda-tenda pengungsian. Selama 3 hari kami disana juga turut merasakan gempa susulan namun karena kami tinggal di Ibukota Provinsi NTB sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berarti lantaran pusat gempa berada di Kabupaten Lombok Timur yang relatif jauh dari Kota Mataram sekitar 2 jam perjalanan menuju Kabupaten Lombok Timur.




Diceritakan oleh Hadi, ketika gempa 7.0 SR terjadi suasana cukup mencekam, warga banyak yang panik pasalnya aliran listrik mati total sementara ada peringatan melalui corong masjid bahwa gempa berpotensi tsunami sehingga Dia bersama warga berhamburan keluar mencari tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri masing-masing meskipun beberapa jam kemudian peringatan sunami ditarik kembali oleh BMKG namun masyarakat masih kuatir, belum lagi simpang siur informasi membuat suasana menjadai chaos (kalang kabut). Jalanan macet karena semua orang ingin keluar membawa kendaraan baik motor maupun mobil karena berebut ingin segera pergi mencari perlindungan yang lebih amanmenghindari sekitar pantai untuk mencari tempat yang lebih tinggi.


Berdasarkan pantauan tenda-tenda pengungsian warga menjamur di Wilayah Lombok baik tenda gulung, keluarga dan tenda serbaguna khususnya di salah satu wilayah yang paling parah terdampak adalah Lombok Utara kemudian menyusul Kabupaten Lombok Timur.  Diperkirakan hampir 90 persen kondisi gedung-gedung, pemukiman warganya rusak mulai dari rusak berat, sedang hingga ringan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan ke keadaan dan kondisi semula. Infrastruktur yang dibangun dan dibangga-banggakan selama ini rapuh tak berdaya menahan dahsyatnya amarah alam, hanya sekejap fasilitas umum rusak total sehingga butuh waktu relatif panjang untuk mengembalikan menuju kondisi normal.

Namun beruntungnya seluruh akses jalan dari dan menuju ibukota provinsi maupun antar kabuten masih terbuka tidak terisolir sehingga bantuan logistik dapat mencapai ke pelosok-pelosok yang sulit dijangkau sekalipun yang terkena dampak. Inilah mungkin salah satu pertimbangan pemerintah pusat untuk tidak menetapkan status bencana nasional namun tetap menetapkan sebagai bencana daerah. Walau kondisi sosial, ekonomi sempat terpengaruh namun pemerintah masih dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mesikpun para ASN sebagaian besar dan sanak saudara mereka banyak mengalami korban namun tidak menyurutkan dan menghalangi mereka untuk melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Seluruh potensi nasional dikerahkan all-out baik pusat dan daearah serta elemen masyarakat baik lokal maupun nasional bersinergi dalam menanggulangi dan memitigasi bencana hingga layananan psikososial berupa trauma healing bagi anak-anak korban gempa. Walau status bencana bukan bencana nasional namun penanganannya berskala nasional. Terbukti pemerintah pusat (didukung TNI dan Polri), provinsi dan kabupaten dan NGO nasional dan lokal turut serta dalam memitigasi bencana tercatat ada 20 Non Governmental Organisation (NGO) Klaster Nasional Pengungsi dan Perlindungan yang ter-registrasi di Dinas Sosial Provinsi NTB yang memberikan bantuan baik material dan immaterial berupa pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan pengungsi.




Sungguh keprihatinan mendalam yang dapat kami rasakan saat saya bersama rombongan pertama kalinya melihat pemandangan yang memilukan ketika menapaki kaki kali pertamanya mengunjungi Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dimana Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu kabupaten terparah terdampak akibat gempa kemudian menyusul Kabupaten Lombok Timur terparah ke-2 setelahnya. Betapa tidak melihat fasilitas dasar/umum mulai dari gedung-gedung sekolah, rumah sakit, masjid-masjid tempat ibadah agama lainnya, banyak yang rusak bahkan ada yang rata dengan tanah. Roda perekonomian khsususnya sektor pariwisata dan pertanian di Kabupaten Lombok Utara yang menjadi sektor andalan dan ungggulan daerah ini walau tidak sampai collaps namun sangat terpengaruh terhadap kunjungan wisata, begitu juga bidang sosial dan budaya pun tak berjalan sebagaimana mestinya. Destinasi wisata relatif sepi dari pengunjung dibandingkan kondisi normal biasa yang dipadati oleh pengunjung dari berbagai penjuru Indonesia maupun dunia. Berkaca pada Pulau Bali, ketika itu diberlakukan status bencana nasional sehingga alhasil banyak negara yang melakukan travel warning bagi warganya untuk berpergian ke Indonesia khsusnya Pulau Bali sehingga otomatis sangat berdampak pada kunjungan wisatawan ke pulau tersebut dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata tersebut.

Para pengungsi menempati posko-posko pengungsian berupa hunian sementara berupa tenda gulung, tenda keluarga dan tenda serba guna yang disediakan Pemerintah dan elemen masyarakat misalnya Aktivasi Kluster Nasional Pengungsian dan Perlindungan yang merupakan NGO lokal dan nasional. Alhamdulillah seluruh elemen pemerintah dan masyarakat berjibaku, berkolaborasi secara sinergi membangun Lombok mulai dari penyediaan hunian sementara (shelter), pelayanan kesehatan, bantuan sosial hingga penanganan psikososial dalam bentuk trauma healing dan lainnya bagi anak-anak korban gempa maupun orang tua.


Mereka para pengungsi tampak mengalami kesedihan dan kepiluan yang mendalam dan mereka merasakan trauma dan kecemasan lantaran banyak anggota keluarga mereka menjadi korban baik luka maupun meninggal dunia. Puing-puing reruntuhan terlihat masih ada yang berserakan namun sudah mulai dilakukan proses pembersihan dan perataan dengan alat-alat berat bekerja walapun sebagain besar masih ada yang belum karena menunggu giliran.


Alam Mulai Tak Bersahabat
Seperti beberapa bait penggalan lirik lagu milik Ebiet G. Ade yang berjudul “Berita Kepada Kawan” yang mungkin masih relevan, “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang .“ Terlepas merupakan fenomena alam yang secara struktur geologi Lombok terletak pada jalur patahan gempa (sesar naik flores) pastilah ada pelajaran bisa dipetik untuk bahan intropeksi melihat tiitik balik yang telah kita usahakan selama ini. Mungkin saja beberapa bait lirik lagu tersebut mencerminkan gambaran keadaan yang ada atau bahkan mungkin tidak ada korelasinya sama sekali.

Tergantung bagaimana persepsi kita masing-masing untuk menafsirkannya, namun baiknya kita kembalikan saja ke Sang Maha Pencipta Allah SWT karena bencana bisa menjadi musibah, azab atau bahkan menjadi ujian. Sementara kalau azab tentunya untuk mengingatkan manusia agar kembali kejalan-Nya dalam rangka intropeksi diri. Sedangkan kalau ujian merupakan cobaan untuk meningkatkan keimanan. Jadi manusia seyogyanya jangan menduga-duga atau menghakimi keadaan.  

Sejenak kita keluar sebentar dari kontek sambil memperhatikan sebuah pepatah Inggris, mungkin bisa sebagai intermezo saja mengatakan “Don’t Judge a Book by it’s cover” artinya “Janganlah menilai seseorang  atau sesuatu hanya dengan melihat penampilan luar semata-mata.“ Namun demikian terkadang cover juga masih tetap penting dan dibutuhkan karena tampilan luar me-repleksikan daripada yang ada dalamnya dan dalam kasus tertentu menjadi sebaliknya karena hanya sebagai kedok untuk melakukan modus operandi tertentu.


Kembali ke kontek awal, manusia tidak bisa menghakimi keadaan yang sedang terjadi karena ini memang merupakan sebuah takdir ketentuan Allah SWT pemilik dan pencipta alam semesta ini, siapa yang mau tertimpa musibah seperti ini tentunya tidak ada orang yang menghendaki. Kita harus ikhlas menerimanya serta tetap sabar dan tabah menghadapi. Yakinlah dibalik kejadian akan ada secercah harapan dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Bahwa ujian tidak hanya berupa kesusahan, kesempitan, tetapi juga ujian itu bisa berupa kebahagian dan kelebihan rejeki. Jika berhasil melewati ujian maka akan dipilih oleh Allah SWT karena termasuk dalam golongan orang yang sabar dan ikhlas. Jangan berlarut pada kesedihan, kita berdoa semoga Lombok segera bangkit dari keterpurukan akibat gempa, aamiin ya rabbal alamin. (wallahualam bissawab)

Julukan Pulau Seribu Masjid                                                                                                                                                                                                                                                                                    Tidak berlebihan bila Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat dijuluki “Pulau Seribu Masjid,” hal ini lantaran bedasarkan data yang ada, tercatat ada lebih dari sembilan ribu masjid besar dan kecil yang tersebar di pulau yang luasnya 5.435 kilo meter persegi ini. Artinya memang jumlah masjid cukup banyak bisa dikatakan ada dimana-mana seantero pulau ini sehingga dengan mudah kita mendapati masjid di sini. Selain julukan Pulau Seribu Masjid ada julukan lain yang lebih lama disandang oleh provinsi ini dibandingkan Pulau Seribu Masjid yaitu “Bumi Gora” dimana julukan ini diberikan setelah NTB berhasil sukses mencapai swasembada pangan lantaran upayanya dapat mengubah sistem pertaniannya dengan menggunakan pola Gogo Bancah (Gora) pada tahun 1980-an. Dimana Gora merupakan kegiatan petani menanam padi di sawah setelah melakukan kegiatan menugal atau menggali tanah sebelum turun hujan dengan menggunakan peralatan linggis yang sebagian besar dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah yang lahan persawahannya cukup luas dibandingkan kabupaten lainnya di NTB.








Comments

Popular posts from this blog

Kisah Perjalanan Mudik Lebaran by rega

Tips Menghilangkan Rasa Pahit pada Daun Pepaya Ala Orang Tua Zaman Dahulu (Zadul)

JAUHILAH KEBIASAAN MENGUMPAT ATAU MENGGUNJING

Mencari Ridho Allah SWT vs Mencari Ridho Manusia

Akhir Hayat Manusia Ditentukan Oleh Kebiasaannya

PERINGATAN ISRO’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI TPA AL-BAROKAH

Muli Mekhanai dan Duta Kopi Lampung Barat 2015

Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Lampung Barat periode 2012-2017