Kelembutan Pasir Pantai Padang Muaro Lasak dan Pantai Air Manis nan Mempesona

Diary : travels to Padang

Kalau kita mendengar Kota Padang pastilah terlintas pertama kali di angan-angan kita adalah cerita Malin Kundang sianak durhaka atau Siti Nurbaya yang sudah sangat melegenda sementara kulinernya pastilah yang sudah cukup familiar adalah rendang padang yang tersohor hingga ke mancanegara karena ditetapkan sebagai makanan dengan cita rasa terenak atau terlezat di dunia seperti dilansir VIVAnews berdasarkan survei para pemerhati stasiun berita CNN, yang dimuat di laman CNNGo.

Padang memang salah satu destinasi wisata yang sangat menarik di negeri ini. Tak hanya dikenal sebagai surga wisata kuliner dengan label “halalnya”, wisata belanja, dan wisata sejarah serta budayanya saja, ternyata Padang menyimpan sejuta pesona dengan wisata alamnya yang memikat hati pelancong tak ayal banyak wisatawan banyak berburu keindahan alam khas bumi Minang Kabau ini.

Beberapa waktu yang lalu, saya bersama-sama teman-teman dari kabupaten di propinsi ini berkesempatan mengunjungi Kota Padang Sumatera Barat dalam rangka dinas. Senang sekali rasanya karena punya kesempatan untuk berkunjung kesana. Tergelitik rasa ingin tahu saya seperti apa suasana serta keindahan alam di kota itu. Kota yang katanya memiliki beragam cerita rakyat dengan eksotisme keindahan alamnya.

Namun sayangnya kali ini saya tidak memiliki banyak kesempatan mengingat keterbatasan waktu sehingga tidak banyak tempat yang dapat kami kunjungi, hanya tempat-tempat yang tak jauh dari jangkauan tempat kami menginap di kota ini saja. Padahal sejatinya banyak destinasi yang terkenal misal Jembatan Layang Kelok Sembilan yang berada 30 km dari Kota Padang, tepatnya berada di luar Kota Padang. Kemudian Jam Gadang di Bukit Tinggi yang merupakan ciri khas sekaligus landmark propinsi ini namun letaknya berada jauh dari kota Padang yaitu di Payakumbuh Sumbar ke arah Kota Pakanbaru Propinsi Riau dan masih banyak lagi tempat wisata alam dan pantai yang ada disana namun semuanya tidak sempat kami kunjungi.

Sebagai informasi bagi pelancong pemula, bila kita dari Liwa Lampung Barat, kita bisa naik pesawat dari Bandara Internasional Raden Intan Branti Lampung Selatan menuju Bandara Minangkabau Padang atau bilan menggunakan jalur darat bisa lewat lintas timur maupun lintas barat Sumatera. Sementara jika kita naik moda transportasi udara, setelah landing di Bandara Internasional Minang Kabau, wisatawan bisa melanjutkan perjalanan dengan mobil karena disana banyak menawarkan jasa rental baik taxi sedan maupun kendaraan minibus lainnya yang siap mengantar ke tempat tujuan Anda.

Nah, kembali ke cerita, setibanya kami di Bandara Internasional Minangkabau, kami memutuskan untuk segera menuju hotel terlebih dahulu, dari bandara ke pusat Kota Padang hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Kami istirahat sejenak untuk mandi dan makan setelah itu kemudian malamnya dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan acara. Beberapa hari mengikuti kegiatan disana tak terasa waktu kepulangan telah tiba. Saat check out dari hotel, dengan waktu yang ada kami sempatkan untuk mengunjungi tempat wisata walau waktu tidak begitu banyak hanya berkisar setengah hari saja karena tiket pulang sudah terlanjur dibooking PP (pulang pergi). Lokasi destinasi rekreasi yang kami pilih adalah yang tak jauh dari Kota Padang yang kira-kira masih terjangkau dengan waktu yang kami miliki. Cukup beralasan karena kami harus berpacu dengan waktu pasalnya siangnya harinya sekitar pukul 14.00 WIB sesuai jadwal penerbangan kami rombongan segera take off menuju Bandar Lampung setelah transit dahulu di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Tujuan pertama kami adalah Pantai Air Manis, dari hotel tempat kami menginap ke pantai Air Manis kira-kira 2 jam perjalanan. Di Pantai itu menurut legenda Malin Kundang si anak durhaka dikutuk Ibunya menjadi batu. Tak jauh dari tempat tersebut ada pelabuhan yang cukup terkenal namanya yaitu Dermaga Teluk Bayur yang melegenda itu, yang merupakan sebuah pelabuhan peti kemas. Selain lokasinya tidak terlalu jauh dari Kota Padang juga pemandangannya cukup asri. Pantai ini berhamparan pasir putih yang lembut membentang ratusan meter. Air lautnya memiliki gradasi warna hijau kebiruan yang sangat indah. Puas mengeksplorasi keindahan alam disana kami, sekalian pulang menuju bandara kami sempatkan singgah sebentar di Pantai Muara Lasak. Pantai Muara Lasak merupakan tujuan kami kedua, tlempat ini merupakan salah satu tujuan wisata favorit warga Kota Padang dan sekitarnya. Taman ini merupakan salah satu taman berada di Kota Padang. Disana ada Monumen Merpati Perdamaian yang berdiri megah yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 12 April 2016 tahun lalu. Taman Muaro Lasak didirikan oleh Pemerintah Kota Padang pada akhir tahun 2013, tepatnya berada di Jalan Samudera, Pantai Purus.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 11.00 WIB, segera kami memutuskan untuk mencari tempat makan siang. Rasanya waktu begitu cepat sudah sekitar 2 jam-an lebih kami berada disana, belum cukup rasanya mengeksplorasi tempat-tempat wisata yang ada disana namu jam tangan telah menunjukkan pukul 12.30 WIB, suara azan telah memanggil kami untuk menunaikan shalat. Usai shalat, kami bergegas untuk bersiap-siap menuju Bandara Internasional Minangkabau yang memakan waktu setengah jam perjalanan usai puas berfoto-foto ria disana. Tamat

“Kisah Malin Kundang”

Kisah ini saya dapatkan yang sumbernya berasal dari selebaran kertas yang saya beli berisikan kisah si Malin Kundang yang saya dapatkan dari pedagang disana. Kertas tersebut bentuknya semacam brosur berisikan “Kisah Si Malin Kundang.” Kertas tersebut disertai beberapa foto-foto batu Malin Kundang, dijual seharga dua puluh ribu rupiah saja. Sayangnya nama pengarang tidak tertera di kertas tersebut, berisikan ilustrasi kisah si Malin Kundang. Kisah ini saya tulis kembali, tidak saya edit sedikitpun yang ingin saya share di blog ini karena cukup menginspirasi agar menjadi pelajaran bagi anak cucu kita dikemudian hari, kisahnya seperti ini :

Pada zaman dahulu disebuah desa di tepi pantai Sumatera Barat, tinggalah seorang Janda dengan Putranya bernama Malin Kundang. Dinamakan Malin Kundang karena sewaktu kecil anak itu selalu dibawa oleh ibunya di dalam sebuah gendongan yang terpasang di badannya, mencari kayu bakar di hutan. Oleh karena selalu digendong maka teman-temannya Malin Kundang memberinya gelar “Kundang” yang berarti “Yang Digendong”.

Setelah besar Malin Kundang merantau menyeberang laut, ke sebuah kerajaan di negeri yang zaman sekarang dikenal sebagai Malaysia. Sesampai disitu Malin Kundang melamar dan diterima sebagai prajurit kerajaan. Karena kehebatan dan kepandaian sifat serta keberaniannya dalam peperangan Malin akhirnya menarik perhatian sang raja yang kemudian mengangkat Malin Kundang menjadi Panglima Perang. Tidak lama setelah menjadi Panglima Perang Sang Raja menjodohkan Putrinya dengan Malin Kundang. Beberapa waktu sesudah menikah sang Putri Raja mengajak Suaminya Malin Kundang untuk pergi ke kampung halamannya.

Setelah berlayar mengarungi samudera yang luas, akhirnya kapal Malin Kundang dan istrinya merapat di Muara Padang. Dari mulut ke mulut tersebar kabar kedatangan kapal besar Panglima Malin Kundang dan Putri Raja. Berita itu sampai juga kedengarana oleh Ibunya yang langsung menuju pelabuhan dengan sangat gembira, karena ingin bertemu anaknya. Setelah sampai di dermaga Ibu Malin Kundang bertanya kepada anak kapal yang menjaga dermaga “Apakah Panglima di dalam kapal benar bernama Malin Kundang?”. Dan yang telah lama merantau dan bernama Malin Kundang. Setelah mendengar pengakuan sang Ibu, anak kapal itu pergi menemui Panglima Malin Kundang.

Tetapi dari dalam kapal Malin Kundang sudah melihat Ibu renta yang pakaiannya sudah berumur dan lusuh, sebelum menerima laporan dari anak buahnya bahwa ada seorang Ibu yang mengaku sebagai Ibunya dan ingin menemuinya. Malin Kundang turun beserta istrinya, tetapi sesampai ke dermaga Malin Kundang tidak mau mengakui sang Ibu yang langsung kenal sebagai Ibunya sendiri. Karena malu terhadap istrinya. Meskipun Ibunya dapat menunjukkan ciri khas yang tersembunyi di badan anaknya berupa “Tahi Lalat” sebesar uang logam. Malin Kundang bersifat keras dan tidak mau mengakui Ibunya. Setelah istrinya mendengarkan kata dari sang Ibu menyingkap baju suaminya. Ternyata terlihat ciri tersebut di tubuh suaminya dan sang istri berkata “ Kalau ini memang Ibu suamiku, kami menerima Dia”. Tetapi Malin Kundang dengan sombongnya tetap menolak untuk mengakui Ibu dirinya. Maka dicaci maki dan ditendang dan akhirnya disuruh anak buahnya untuk mengusir dan menyeret orang tua tersebut.

Meneriam prilaku sekejam itu oleh anaknya sendiri, Ibu Malin Kundang pulang dengan sakit hati sambil berdoa kepada Tuhan dan menyumpahi Malin Kundang menjadi batu sekeras hatinya. Pada waktu yang sama kapal Malin Kundang yang telah meninggal Muara Padang dan tengah berlayar menuju negeri asalnya, tiba-tiba diterjang badai yang dahsyat dengan angin yang amat kencang dan ombak besar. Istri Malin Kundang beserta anak kapal terhempas ombak dan dibawa arus tetapi Malin Kundang beserta anak kapal terhempas ombak dan dibawa arus tetapi Malin Kundang bertahan di atas kapal yang kemudian karam di tepi pantai, dimana tubuh Malin Kundang beku menjadi batu bersama kapal dan barang........yang sampai masa kini masih ada dan dapat dilihat di Pantai Air Manis (Air Manis Beach). Tamat

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Perjalanan Mudik Lebaran by rega

Tips Menghilangkan Rasa Pahit pada Daun Pepaya Ala Orang Tua Zaman Dahulu (Zadul)

JAUHILAH KEBIASAAN MENGUMPAT ATAU MENGGUNJING

Mencari Ridho Allah SWT vs Mencari Ridho Manusia

Akhir Hayat Manusia Ditentukan Oleh Kebiasaannya

PERINGATAN ISRO’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI TPA AL-BAROKAH

Muli Mekhanai dan Duta Kopi Lampung Barat 2015

Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Lampung Barat periode 2012-2017